Rabu, 26 November 2008

Rambut Kusut Nenekku

Aku berkunjung kerumah nenek, kebetulan hari ini adalah rahinan purnama. Semua keluargaku berkumpul untuk sembahyang. Keadaan rumah nenek sangat berbeda dengan keadaan rumahku. Nenek tinggal disana bersama salah satu anaknya dan istri anaknya. Aku kasihan pada nenekku. Tidak ada seorang yang mau perhatian dengannya kecuali ayahku. Nenekku sedang mengidap sakit parah. Beliau tidak bisa bangun dari ranjangnya. Penyakit yang menggerogotinya membuat tubuhnya begitu kurus. Saat itu, aku sengaja diam-diam masuk kekamar nenek. Aku melihat nenek tidur terlentang. Ketika itu aku memandangi nenek dalam-dalam. Dalam hati aku berfikir apakah jika kita sudah tua nanti selalu berakhir sakit tak berdaya. Aku bisa merasakan aura kangen nenek akan kepergian kakek dulu. Nenek lupa kalau kakek sudah meninggal. Terus bertanya tentang kakek. Ayahku sangat sabar, hampir tiap hari ayah menjenguk nenek. Padahal rumahku lumayan jauh dari rumah nenek. Yang aku kesalkan, mengapa menantu nenek yang aku sering panggil buk mas itu tidak mau merawat nenek. Dia jijik dengan nenek. Dia itu tidak mau dekat-dekat nenek. Memang nenek sering ngompol atau buang air besar di ranjang. Tetapi buk mas benar-benar tega membiarkan nenek seperti itu. Aku begitu merasakan perbedaan keadaan nenek dulu, sebelum dan sesudah sakit.
Hampir setiap hari nenek memejamkan matanya. Aku ingin sekali membuat nenek bahagia. Tidak pernah lagi aku melihat senyuman nenek sekarang. Tak bosan aku memandangi nenek. Aku tak tahu apakah nenek masih mengingatku. Hari sudah mulai gelap, cahaya lampu ikut redup. Lekas aku menutup jendela kamar. Tiba-tiba aku mendengar nenek mengigau. Nafas nenek yamng terengah-engah. Kebetulan ada minyak urut. Sambil mengkibas-kibaskan buku, aku mengusap wajah nenek. Terlihat wajah nenek yang berkerut, dahinya memperlihatkan banyak kerutan. Kepalanya yang kering menandakan tak ada kesan dalam hidupnya. Bagimana tidak, nenek terkurung dalam kamar dan jeratan obat. Ketika aku menyentuh dada nenek, terasa sangat tipis antara tulang dan kulit. Tangan nenek terasa dingin, seperti jarang disentuh. Rambut yang terurai panjang membuatnya terlihat anggun tetapi sayang kusut tak terurus.
Aku ingin sekali bisa berada disamping nenek setiap hari. Ketika aku mengambil minyak angin dan mengurut dada nenek smbil mengusap-usap kening nenek yang sudah keriput. Nenek mulai sedikit membuka matanya. Entah dia sadar atau tidak, setahuku nenek sempat mengelus sedikit tanganku.
Dulu ketika aku kira-kira berumur 4 tahun, aku sangat ingat saat nenek masih dalam keadaan yang sehat. Aku bermain dokter-dokteran bersamanya. Nenek yang pura-pura sakit menjadi pasien dan aku menjadi dokter. Tetapi sekarang nenek benar-benar sakit, tidak pura-pura lagi.
Seandainya aku bisa menggantikan posisi nenek. Masa tua nenek yang terlantar. Tak ada yang memperhatikan keculi ayahku. Jika saja aku sudah tua nanti, apakah ada yang merawat aku? Aku takut masa tuaku terlantar. Nenek, andai masa tuamu tak seburuk ini. Aku akan selalu menyayangimu.
Lama aku berada di pojok tempat tidur nenek. Sepertinya aku dipanggil oleh ayah, mungkin mau balik pulang. Lekas aku berdiri dan memandangi nenek lagi. Aku usap rambutnya. Aku cium keningnya. Sepintas sepertinya ada yang aneh. Mungkin perasaanku saja. Lalu aku peluk nenek dalam tidurnya. Aku terkaget.tangan nenek melemah dan aku tak mendengar denyut jantungnya. Nafasnya pendek terengah-engah. Aku meneteskan air mata. Nenek meninggal dalam pelukanku. Pelukan terakhirku bersamanya.
Ternyata masa tua adalah masa yang sangat berharga. Masa detik-detik terakhir kita untuk bertemu orang yang kita sayang terakhir kalinya. Aku tak akan menyianyiakan waktu ini untuk orang yang aku sayangi. Karna aku tak mau orang yang aku sayangi seperti nenekku pergi sebelum aku membahagiakannya. Satu kesalahan yang aku perbuat adalah ketika nenek masih ada, aku tak pernah ada. Ketika nenek tak ada, aku ada dan menyesal akan kepergiannya. Aku sayang nenek dan selalu kau ada dihatiku bagian dalam jiwaku. Hembusan nafasmu akan tetap ada di dalam paru-paruku. Padahal aku belum sempat menyisir rambut nenekku.

Tidak ada komentar: